True Story
Selasa, 20 Sept 2016
Latihan yang kunantikan tak seperti biasanya. Rumahnya Pak Min kini dalam keadaan lengang dan sepi. Tak ada Mas Win dan Pak Min. Aku yang berangkat terburu-buru kini harus kerumahnya Sangaji untuk menemaniku berbincang-bincang. Sampai disanapun Sangaji sedang tak ada dirumah, Terpaksa aku kembali ke rumahnya Pak Min tuk menunggu anak-anak datang. Sebelum sampai disana aku melewati jalan tembusan di gang nya sang aji. Gang itu terdapat taman duduk yang sepi dan gelap. Tak ada penerangan jalan di taman itu. Kucoba pelankan laju sepedaku saat melintasi taman itu, aku melihat bilik-bilik dan atap pabrik yang menjulang tinggi tepat dibelakang taman tersebut. Sesaat kucoba megedipkan mata dan menoleh, aku melihat sesosok orang jongkok menatapku tepat beberapa meter didepanku. Sesosok itu menghilang dalam waktu kurang dari satu detik. Terlalu cepat untuk kulihat keberadaanya lagi dengan kasat mata. Yang kuherankan sesosok itu berwarna oranye. Matanya terbelalak dan tak mempunyai pupil. Bulu kudukku berdiri secepat kilat disertai perasaan kacau dan ketakutan. Kutahan-tahan rasa ketakutan dan merinding itu sesaat dan pergi meninggalkan tempat itu. 

Menunggu dan menunggu bersama pelatih Fajar membuatku bosan dan ingin pulang. Aku bosan bukan karena ada Fajar melainkan aku bosan menunggu latihan dimulai. Berbincang-bincang dengan Fajar membuatku merasakan kantuk berat. Walaupun aku masih bisa mempertahankan kesadaranku seratus persen. Sekitar sudah setengah jam menunggu, si Arya datang sendiri. Ia tak membawa Rama. Dilanjutkan dengan kedatangannya Sangaji lalu disusul Rama dan Faris dibelakang. Latihan itu tidak seperti biasanya, latihan saat itu dalam keadaan tidak memakai sakral dan sabuk. Mas Win yang sudah datang menganjurkan dan menyuruh kami semua untuk berlatih seni grup masing-masing. Mungkin dikarenakan Mas Win sudah tak sabar ingin memegang trofi/piala Puspa Cup yang diadakan di Bojonegoro.


Latihan itu selesai kira-kira pukul setengah sepuluh malam. Entah mengapa malam itu anak-anak tiba usul pergi ke RHD ( Rumah Hantu Darmo ). Aku diajak anak-anak pergi ke rumah hantu darmo. Terbesit dipikiranku untuk tak pergi kesana karena aku memikirkan sepeda yang kupakai. Bensin saat itu cukup untuk berpergian jauh namun keadaan ban belakang membuatku khawatir. Ban itu sedikit kempis tapi, aku berpikir dua kali karena ada Rama disana. Aku terima tawaran itu dan pergi bersama-sama, Aku, Rama, Faris, dan Sangaji. Kurang lebih jam sepuluh kami sampai di tempat tersebut. Namun yang membuatku sedikit kesal adalah jalan yang kulewati, jalan yang kulewati sebelum aku sampai itu terlalu jauh. Kami berempat melewati jalan yang dekat dengan Kampus UNESA. Sedangkan rumah hantu itu terletak di lontar, tepatnya disekitar perumahan elit. Membuat bahan bakar bensinku terkuras cukup banyak. 

Pandanganku tertuju pada puncak lantai dua rumah hantu tersebut. Gedung putih yang menjulang tinggu penuh coretan itu membuatku sedikit ketakutan. Pintu gerbang yang penuh dengan semak belukar serta disamping bangunan itu terdapat pohon beringin yang menjulang tinggi dan sangat gelap sekali. 

"Ris, siapno flash hape!"
"Yo, awakmu pisan ram!"
"Siap kabeh yo!!"~ Rama menggertak kami semua

Jaket merah serta tas yang kupakai membuatku sedikit nyaman dan hangat ditubuh. Kami semua ditemani cahaya rembulan yang sangat terang, kujadikan itu sebagai lampu bagi kami agar rumah itu tak terlalu gelap untuk dilihat. Pertama-tama aku sudah mengucapkan salam pada si penghuni tersebut lalu, kami semua naik kelantai dua. Lantai itu kosong tak terawat dan sangat kotor. Dinding-dindingnya dihiasi oleh coretan-coretan gambar grafiti. Sirama memperhatikan betul akan rumah angker tersebut. Ia memakai flash hape yang ia bawa namun yang membuatku salut padanya adalah matanya. Matanya yang minus lebih tinggi dari aku, si Rama dalam keadaan tak memakai kacamata dengan penuh antusias melihat relief bangunan yang sangat angker disurabaya tersebut. Ruang demi ruang kami telusuri perlahan-lahan tapi pasti. Kami menuju sisi kanan bangunan rumah lantai dua tersebut dengan perlahan-lahan. Bagian sisi kanan rumah tersebut tak memiliki tembok jadi kalo jatuh pasti sakit sekali. 

"Ayok rono rek!"
" opo ikuu.... ?"
"Iku lho dienteni wonge"

Rama dan Sangaji melihat tembok yang menghadap ke kami semua beberapa meter didepan. Rama berbicara kepada kami semua bahwa ditembok tersebut sudah ada makhluk hitam besar menunggu kami semua dengan pasukan-pasukan kecilnya. 

"Ayok, silo neng kene!"
"Ojok, iku lho onok uwong"

Keinginanku untuk duduk bersila dilantai dua tersebut gagal dikarenakan ada seseorang yang masuk kerumah angker ini. Tujuanku bersila adalah untuk mengaktifkan mata batinku dan melihat makhluk-makhluk  gaib disana dengan batin tapi si Rama menyuruh kami semua untuk kembali ke lantai satu. 

"Nang dukur mau akeh watu ambek keris"



Perjalanan kami nggak sampai disitu saja. Si Faris menunjukkan jalan menuju ruang bawah tanah. Kamipun berangkat menuju kesana dengan berhati-hati sekali. Tepat sebelum ke ruang bawah tanah kami disambut dengan pintu yang sangat gelap sekali. Rama yang maju duluan dengan memakai senter itu membuat ruangan itu seketika terlihat jelas oleh pandangan mata. Dua langkah kulakukan, tiba-tiba bau menyan yang menusuk hidung itu membuat kami berempat lari dan kembali ke tempat semula. Memang sebelum kami semua menuju keruang tersebut, kepalaku sudah merasakan kantuk dan ringan sekali. Seperti orang setengah sadar. Langkah demi langkah kulakukan namun aku seperti tak merasakan kaki menapak ditanah tersebut. Kami kembali ke teras depan rumah tersebut dengan penuh pembicaraan. Yang membuatku merindinga adalah siluman ular tersebut. Rama yang sanga peka dengan hal mistis tersebut berbicara kepada kami bahwa siluman itu terbangun dari tidurnya gara-gara kami semua datang keruang bawah tanah tersebut. Yang membuatku keheranan adalah mengapa siluman itu bangun dari tidurnya ?. Apa gara-gara salah satu dari teman kami tak mengucapkan salam?, ataukah salah satu dari kami terlalu banyak berbicara?, Ataukah gara-gara kekuatan kami ?. Entahlah pikiran itu berputar-putar diotakku dan menemaniku pulang sampai kerumah. 




Rumah hantu darmo, darmo indah permai, darmo surabaya, lontar surabaya, candi lontar surabaya, unesa surabaya, rumah angker disurabaya, jejak disurabaya, makhluk halus, ekspedisi merah, akik, santet, keris, cerita darmo, cerita rumah hantu darmo, cerita pendek, cerita nyata, mydiary, diary, catatan hitam, kegelapan, siluman, setan, jin, genderuwo, kuntilanak, pocong, hantu di darmo, hantu nyata, puspa nurani, puspa nurani gresik, puspa pusat, jalan-jalan mistis, rumah hantu darmo surabaya, jawa timur

0 komentar: