1.bp.blogspot.com |
Tak sadarkah mereka akan
kehangatan teh panas yang mengepulkan asapnya di pagi hari. Tuan-tuan dan
nyonya-nyonya setiap delegasi institut parlementer kependidikan masih setia
mencoba mengkomposisi takaran dari bahan mentah pengajaran. Ratusan, ribuan,
bahkan jutaan kata yang tergores diatas kertas di berbagai buku telah tersusun
rapi dalam almari perpustakaan, meja belajar, bahkan tertanam indah pada
ingatan mahasiswa. “Tuangkanlah ilham itu, wahai anak muda!, para cendikiawan
berseru ke seluruh seantero desa. “Tunggu apa lagi, bersedialah untuk memilih
pilihanmu dengan bijak.” Pintanya. Tiba-tiba rumput imaji berevolusi. Tumbuh
dengan cepat. Bunga-bunga mati merekah, menampakkan silau keindahannya di pagi
hari. Para anak muda berduyun-duyun pergi ke sawah. Bersuka-ria, lari tanpa
terbebani akan kerasnya hidup. Bagaimanakah keluwesan sikap mereka sekarang,
bagaimanakah caranya mereka memaksimalkan bakat yang sudah tertanam sejak di
pangkuan ibu.
Tetapi mereka, segerombol remaja yang mengenakan pakaian sekolah
masih mempertimbangkan akan hal tersebut. Kegemaran itu, kecakapan itu,
keuletan itu selalu mengalah terhadap pergaulan remaja. Yang memaksa mereka
berbaur dengan keterbatasan komunitas. Hanya segelintir anak muda yang
merasakan hal itu. Hanya satu dari puluhan anak di dalam kelas yang
memaksimalkan bakat mereka. “Malam minggu jalan-jalan yuk. Ehh besok nongkrong
di warungnya Mas Cipenk juga ya?”, ajakan dari salah seorang temannya
membanjiri niat yang tertanam diatas tanah harapan. Teman-teman masih asyik
dengan candunya telepon genggam. Bahasa kerennya Smartphone. Si Samson masih tetap setia dalam lamunan. Meminum
secangkir kopi lamat-lamat sembari merasakan hisapan rokok yang masih tersisa.
“Mengapa mereka tidak menyadari akan tidak becusnya, walaupun seandainya mereka
pun tahu, kenapa mereka masih tetap setia dengan frekuensi keseharian yang
rendah. Hambar, tak menarik mata bagi yang memandang. Tetapi kenapa juga aku
menjadi seperti ini. Seharusnya kalau aku sudah tahu dari awal mengapa aku
tidak pernah sekalipun ingin mengubahnya. Keterampilan ini masih tetap setia
menunggu sang empunya datang untuk disambut. Konyol sekali aku ini, tidak ada
bedanya dengan mereka. Lantas jalur apa yang harus aku ambil. Melesat cepat
melalui jalan tol ataukah melalui gang-gang sempit.?”. Sepenggalan dari catatan
harian Si Samson terus menghantui setiap tegukan kopi. Lalu setiba dirumah, Si
Samson masih menatap semu sudut-sudut ruangan sembari merenung.
0 komentar:
Posting Komentar