Sejak pagi ia bangun dari tidurnya. Ia masih dalam keadaan mengantuk, berjalan perlahan – lahan seraya menuju ke kamar mandi. Sedetik setelah kebiasaan buruknya mulai muncul, ia menambah akar-akar permasalahan lain. “Bu mana baju seragamku?”. “Masih di cuci nak” Ibunya menjawab. Setelah mendengar jawaban ia kemudian geram, risih dan kaku. Ia berjalan berat, langkah kakinya terdengar memantul di udara. Setelah ia sarapan pagi ia hanya meletakkan piringnya di atas ember yang berisi genangan air penuh busa tidak biasanya ia berlaku seperti itu. “Ada apa kamu nak, apa ada masalah di sekolah?” Ibunya bertanya sembari menyilipkan baju yang tersetrika rapi. “Gak ada apa-apa!” Ia menjawab ketus. “Tidak biasanya nak kamu bertingkah seperti ini, tolong nak kalau ada masalah diceritakan. Ibu juga kan tidak tahu panyebab kamu jadi seperti ini!”. “Percuma kalau bicara sama ibu gak ada jawaban yang bisaku terima jalas” Ia menjawab singkat. Seketika itu ibunya menatap dirinya yang mondar mandir seraya mencicipi makanan di meja makan. “Kamu bicara apa nak, kamu lancang sekali sama ibu. Ibu yang merapikan semua pakaianmu, ibu yang mencuci semua baju kotormu. Kalau kamu begini ya sudah sekarang cepat sekarang cuci semua baju kotormu sekarang!!!“. “Bodoh amat, terserah aku loh”. Seketika itu gantungan baju melayang ke arah dirinya, tidak terima ia melemparkannya kembali ke wajah ibunya. “Kamu tega sekali sama ibu nak. Aku yang melahirkanmu aku yang mendidik dirimu hingga sekarang, perbuatan itu sangat melecehkan ibu mu ini. Kamu itu memang anak dur...”. “Ada apa sih ribut-ribut, menggangu orang tidur saja”. Tiba-tiba adiknya berseru merasa ikut andil dengan percakapan yang sangat tidak ada manfaatnya di pagi hari. “Ada apa sih kak pagi-pagi udah ribut?”. Ia bertanya menyeru di atas kasur menggeliat berguling kekanan-kekiri. “Ini loh ibumu udah tau hari ini aku sekolah bajunya malah dicuci”. “Loh kak hari minggu masih sekolah?!”. Tiba-tiba ia terdiam sejenak matanya mengabur menatap sudut ruang secara acak. Ibnya yang menata baju pun merasa ingin melihat wajah anaknya yang tiba-tiba berubah drastis. Gugup. Gelagatnya salah tingkah sekarang ia tidak bisa menyembunyikan ekspresi itu bagaimanapun bentuknya. Berlari lalu menatap tajam arah jarum jam yang berdetik bergantung di tembok membuatnya terlena sesaat. ‘Yang benar masak ini hari minggu, tapi sudah jam 9 kenapa ibu tidak membangunkanku lebih awal?’. Belum puas ia meraih ponsel diatas kasur mengetik cepat kata sandi yang termuat lalu melihat kalender pada handphone yang diakuinya 100 persen tepat dan akurat. Lalu seketika itu Jleebbb!, ia tidak bisa mencampur adukkan rasa bersalah dan rasa bahagiannya di hari Minggu ini. Lantas Aku Harus Bagaimana?.

0 komentar: