Yah ini adalah salah satu cerpen buatan aku bergenre horror yang gagal masuk nominasi lomba cerpen di NC MEDIA.
Rembulan
menatapku dari atas. Terang cahayanya menemani setiap langkah kakiku. Awan kian
menjauh darinya, sementara angin bertiup merdu dan hening. Pohon menjulang
tinggi menemani kanan kiriku dengan suara daun yang bergesekan. “Nak, kemarilah
nak!”. Tiba-tiba terdengar suara kakek tua membelakangiku. Suara itu membuatku
merinding. Kucoba berlari menjauh dari sumber suara itu tetapi tak bisa. Sudah
berjam-jam aku berjalan melintasi sawah dan pohon-pohon hutan yang menjulang
tinggi. Terpaksa dengan penuh ketakutan aku menoleh ke belakang, “Nak,
kemarilah!”. Ternyata suara itu dari kakek tua penjaga kuburan desaku. “Ada,
apa kek?”, “Sudah malam kamu mau kemana nak?”, “Ini kek, mau pulang”, “Ya sudah
nak, kakek anterin naik sepeda”. Mendengar pertanyaan tersebut membuatku
berpikir dua kali, mengapa kakek tua ini disini dan memberi tumpangan kepadaku.
Terpaksa aku menerima ajakan dari kakek itu karena aku tak sempat berfikir
untuk menolak tawarannya, sudah malam dan berjam-jam aku berjalan melintasi
sawah dan hutan ini.
Aku
dibonceng dengan sepeda tua yang kian usang. Kudapati jalan yang bergelombang
tetapi mengapa sepeda yang kutumpangi tetap tenang. Tapi aku tak bisa berpikir negatif saat itu.
Tenaga kuhabiskan dengan berjalan kaki menyusuri hutan dengan jalan setapak.
“Nak, mampir kerumah kakek dulu ya?!, kakek punya rumah baru!”, “Yasudah kek”.
Terpaksa aku menerima ajakan dari kakek itu karena malam semakin larut. Kulihat
semak-semak semakin tinggi, pohon-pohon besar kulewati. Terlihat rumah kecil
terbuat dari bambu yang bersinar di tengah hutan didepanku. “Sudah sampai nak!,
ayo turun”. Kuberjalan mengekor dibelakang kakek tua. Aku keheranan dengan teras rumah kakek yang begitu semerawut tak
terawat. Aku melihat sumur tua tepat disamping kiri rumah kakek sudah berlumut
didampingi oleh pohon beringin yang begitu besar.
“Duduk
sini nak!”. Cat tembok bermotif batu nisan menyapaku ketika aku duduk. Aku merinding
hebat seketika melihat motif tembok tersebut dengan pantulan cahaya kuning dari
lampu ruang tamu. “Ini nak, diminum dulu!”, kakek tua itu mengulurkan tangannya
dengan secangkir air putih kepadaku. “Kakek dulu pernah lihat orang digantung
di sebelah sumur rumah ini, beberapa minggu kemudian kakek juga lihat ada mayat
terbang ketika dimakamkan di kuburan desa kamu”. “Kakek ini sudah tua nak,
sudah waktunya kakek pindah tempat tinggal”. Mendengar ucapan dari kakek itu
tiba-tiba membuat bulu kudukku merinding. Aku merasa seperti gelisah dan
khawatir dihati ketika ucapan dari kakek itu kudengarkan dengan sungguh-sungguh.
Mendengar ucapan dari kakek tua itu aku tak bisa mengucap satu kata apapun
setelah itu. “Kelihatannya kamu mengantuk nak,
ayo tidur dikamar kakek!”. Tawaran itu seakan-akan membuatku tak bisa
menolaknya lagi. Kututupi mulutku yang
terbuka lebar menguap dan menuju ke kamar kakek. Sederhana dan sangat usang dua
kata itu cukup untuk menjawab keadaan kamar tidur kakek. Dialasi dengan anyaman
bambu membuatku terasa lega untuk membuang rasa lelah dan tertidur. Kurasakan kakek melangkahiku dari atas
tubuhku yang terbaring lemas. Aku tak bisa lagi untuk membuka kelopak mataku.
Rasa nyaman dan kantuk menemaniku sampai tertidur.
Mataku
berkedip perlahan, kudekatkan jam tangan kearah mataku. Ternyata pukul dua
belas malam tepat. Aku sontak berdiri melihat ruangan tiba-tiba berubah menjadi
kuburan. Ternyata aku tidur diatas batu nisan bertuliskan Mbah Jo. Namanya sama
persis dengan kakek yang tadi mengajakku tidur, tetapi sekarang kakek itu
dimana. Aku berlari menjauh dari rumah usang
yang berubah menjadi tempat kuburan. Tiba-tiba angin berhembus kencang
dari arah berlawanan. Husssh!, tiba-tiba saat ku menoleh kebelakang ada seorang
wanita berdiri melayang dari dalam lubang sumur tadi. Ia melihatku dengan mata
melotot dan lidah memanjang. Samping kiriku terlihat bayangan hitam besar
mengintip di balik pohon kapas yang berjejer dan mendekatiku perlahan. Aku
terus berlari dan tak memperdulikan dua sosok tersebut. Tetapi aku berlari
kearah mana. Terbentang luas semak belukar mengelilingiku membuatku tak tahu
arah. Kresk!, kresk!. Suara langkah kaki menyeret itu kian jelas. Tiba-tiba
sesosok pocong melototiku dari arah kanan dengan raut muka yang hancur.
Kepalanya bergoyang-goyang sembari melihatku. Aku berlari terus menerus hingga
terlihat danau dikelilingi oleh pohon beringin yang menjulang tinggi. Spontan
aku langsung meloncat dan menceburkan badan lalu berenang ke tengah danau.
Kulihat pocong, kuntilanak, genderuwo, dan badan tanpa kepala menungguku
diujung danau. Kucoba menyelam ke dasar danau tetapi sesaat hampir menapak
dasar danau, tubuhku seperti kesetrum. Aku langsung kembali kepermukaan air dan
melihat sesosok itu tadi. Tiba-tiba setelah ku menolehkan ke tepi danau
sosok-sosok itu menghilang. Kucoba berenang mendekati tepi danau tetapi ada
yang menarik kakiku didalam air. Akhhhh!!!!, aku tersedot ke dasar danau. Kurasakan
seperti ada yang melilit badanku. Badanku terombang-ambing di dalam air.
Bayanganku mulai kabur, aku merasa seperti jatuh ke dasar jurang yang dalam
sekali. Badanku terasa melayang dan mataku mulai tersadar. Kurasakan bahwa aku
tertidur diatas kasurku tetapi setelah itu kucoba membuka mata terasa berat
sekali. Tubuhku tak bisa kugerakkan sedangkan aku difikiran mencoba sekuat
tenaga untuk bangun. Bayangan putih tiba-tiba muncul dari pintu kamarku. Ia
membuka pintu kamarku dan bergerak mendekatiku. Sesosok itu melototiku dengan
rautan wajah menangis penuh darah. Rambutnya semerawut panjang kurasakan di
wajahku. Entahlah tiba-tiba aku bisa melihat sesosok perempuan itu dengan mata
tertutup. Tangannya meraba kakiku dengan kuku yang panjang. Badanku terasa
berat, kaku, dan mengambang. Aku terbang dan dibawa olehnya.
Sesosok
wanita itu membawaku ke sebuah pohon beringin besar dan disampingnya terdapat
sumur tua. Ia meletakkanku disamping sumur dan terbang ke ujung pohon beringin.
Badanku terasa lemas dan tanganku bisa kugerakkan perlahan-lahan. Kubuka mataku
dan berkedip perlahan melihat langit yang penuh bintang. Aku berdiri dengan
tumpuan sumur tepat disampingku. “Jangan, tolong jangann!!! Tidakkkk!!”,
sekelebat fikiranku terbayang masa lalu sumur tua ini. Perempuan cantik
diborgol dan diikat lehernya kemudian disiksa dengan sayatan pisau di seluruh
tubuhnya di sumur tua ini. Orang yang menyiksanya memakai baju tentara belanda.
Setelah perempuan cantik itu sekarat tiba-tiba ia menusukkan pisaunya ke wajah
perempuan itu. Sontak aku terkaget dan menggelengkan kepala. Kucoba melihat
ujung dasar dari sumur tua ini tetapi tidak bisa. Malam menyelimutiku saat ini.
Aku hanya ditemani rembulan yang menampakkan seluruh bentuknya menyinariku. Aku
berjalan mendekat kearah pohon beringin. Sesosok perempuan itu masih melayang
di udara dengan kepala menunduk menatapku. Tiba-tiba kepalaku terasa berat dan
pusing. Aku berpegangan akar dengan badan yang mulai lemas. Tiba-tiba terbayang
masa lalu pohon beringin ini. Tentara belanda itu dalam keadaan lemas berbaring
disamping pohon beringin sendirian. Ia terbangun malam hari dengan pikiran yang
linglung. Sesosok perempuan muncul dan mengambang didepannya. Ia berlari
menjauh dari sesosok perempuan itu tetapi tiba-tiba ia tersandung. Ia
tersandung dan terguling masuk kedalam sumur dengan posisi kepala dibawah.
Kepalanya langsung tertancap paku besar di dasar sumur itu. Sontak ku berlari
menjauh dari pohon besar itu.
Kurasa
aku sudah jauh dari pohon itu, kulihat sebuah gubuk kecil kucoba duduk disana.
Nafasku mulai normal, pandanganku tidak kabur, dan fikiran sudah mulai
tersadar. Kulihat jam tanganku menunjukkan pukul setengah tiga pagi. Aku
berkeluyuran sendiri dihutan ini tanpa ditemani siapapun. Angin mulai terasa
menusuk kedalam tulangku. Suara serigala menggonggong membuatku merinding. Kulanjutkan
perjalanan itu dengan langkah yang tergesa-gesa.
“Hey
nak, jangan main malam-malam”. Aku keheranan melihat tiga anak kecil berlarian
disebuah perempatan jalan setapak kecil. Kucoba mengikutinya dengan berlari
tetapi saat ia berbelok kulihat ia tiba-tiba menghilang. Tak ada tanda-tanda
anak kecil bermain sama sekali. Kucoba mencari jejak kaki anak kecil tersebut
tetapi tidak ada sama sekali. “Kemarilah nak!”, suara itu tiba-tiba datang dari
balik pohon mangga. Kakek-kakek yang sama persis dimimpiku kini didepan mataku.
Tak tinggal diam aku langsung berlari menjauh dari kakek itu.
“RAHMATTT!!!!!”,
“RAHMAATTT DIMANA KAU!!!”. Suara itu kian jelas dari ujung jalan yang berbelok.
Kulihat bayangan orang menuju kearahku beramai-ramai. Akupun berlari kearah
bayang-bayang tersebut. “Kemana saja kau nakk!!!!”, “Tidak tahu bu, tiba-tiba
aku berada di tengah hutan ini”. Kulihat banyak sekali obor memutariku
beramai-ramai dengan banyak orang. “Memangnya kenapa bu?”, “Ibu tadi lihat kamu
melayang diteras rumah, ibu langsung panik dan memanggil semua orang didesa
ini!!, tadi kamu kemana saja nak?!”, “Entahlah bu!!”.
0 komentar:
Posting Komentar