Rabu, 7 Juni 2017
Mereka tak bersinar. Mereka simpang siur. Mereka terkadang hanya menoleh. Mereka menutup mata dan mengikuti arus. Mereka tidak mau tahu penghalang apa nantinya yang ada didepan. Mereka hanya bisa menunduk menatap layar tak berkesudahan. Mereka asyik dengan dirinya sendiri. Mereka rela dirinya tertinggal jauh oleh orang lain. Mereka menampik bisu usulan yang baru. Mereka adalah temanku. Mereka tidak tahu sebenarnya siapa dirinya. Lalu mereka tak bisa berkutik kala kesulitan melanda. Tapi tak apa itu sudah menjadi subjek utuh. Simbolis khusus yang mengikat namun tak nampak. Lebih mudah bagiku seperti itu. Aku lebih leluasa tahu dan melesat cepat tanpa menoleh kekanan kekiri. Tertanam dipikiranku untuk bangga diri. 'iniloh aku yang sebenarnya. Iniloh aku bisa. Iniloh caranya masa begitu tidak tahu. Kalimat itu sudah berabad-abad kugunakan untuk menghibur diri bahwa aku masih ada harga dimata orang lain. Namun setelah itu kucoba merebahkan badan diatas semak-semak kecil. Kutatap lamat-lamat awan yang bergerak sesuai pola. Pandangaku lurus keatas. Awan itu terus menerus berjalan berkerumun dan bergantian. Birunya langit pun begitu. Biru yang berlapis-lapis membuatku menciut. Seakan sudah menjawab pertanyaan yang belum kuutarakan. Lalu aku mulai bingung. Terhempas sudah aku ini. Aku tidak apa-apanya dibanding mereka semua. Aku hanya satu dari milyaran orang yang berkerumun pada tiap tempat. Lalu hati kecilku bergumam 'Kemanakah kalian semua?, aku butuh kalian aku tak bisa berjuang sendiri seorang'. Pernyataan itu seketika mencuat dalam hati seraya berlari tanpa arah. Terlalu banyak sudut pandang yang kugunakan. Hingga aku mulai menyadari kapankah aku memulainya.
0 komentar:
Posting Komentar