Rabu, 15 Juni 2016
Berjalan seorang diri, melintasi jalan setapak. ia terus menyusuri jalan. ia ditemanu sepi dalam kalbu yang membekukan pundaknya. Derap angin malam kini bersamanya. Beberapa kali ia melihat keatas. Langit-langit kini tertutupi awan. Rembulanpun kini hanya mengintip di celah-celahnya. Malam pun jadi gelap gulita.
Jaket merah berkerudung kini menutupi seluruh badannya. Mengurangi suhu dingin dikala malam menjemputnya. Ia terus melangkahkan kakinya. Perlahan tapi pasti, seolah-olah tiap langkah itu terdapat maksud tertentu. Tiba-tiba ia berhenti sejenak. Seolah-olah ia menemukan hal baru. Ia menikmati lantunan suara hewan dibalik semak-semak. Ia coba memahaminya . Dan kali ini ia sedikit terhibur.
Ia masih melanjutkan langkah kakinya. ia hanya melangkah tak tahu harus berfikir apa dan berbuat apa. Dosa-dosanya mengiringi setiap langkah kakinya. Ia tak tahu dan mengapa berbuat begitu. Seolah-olah hanya terpintas sejenak dalam fikirannya. Kini ia hanya dirundung rasa penyesalan. Penyesalan terdalam dalam hidupnya. Ternyata, disetiap langkah kakinya ia menangis. Jaket itu hanya menjadi topeng baginya. sebuah hal kecil yang bukan dari dirinya. Ia terus berharap dan berdoa.
Ia mencoba melihat kedepan. Ia melihat cahaya terang disana . Rasa penyesalan itu kian hilang dan sirna. Kini dibenaknya hanya mendekat dengan cahaya itu. Ia berfikir cahaya itu akan mengubah hidupnya. Tetapi selalu saja, rintangan dan halangan selalu menerpa hidupnya. Ia membawa beban itu sendiri seorang.
0 komentar:
Posting Komentar